Ulama Syafi’iyyah sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh
diberikan kepada penerima zakat (mustahiq) dalam bentuk uang. Meskipun seperti
itu, praktiknya di beberapa daerah di Indonesia masih banyak yang kurang
memahami kesepakatan ulama ini.
Menyikapi fenomena itu, Lembaga Bahtsul Masail (LBM)
Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo, Grobogan Jawa Tengah,
memberikan penjelasan terkait zakat dengan menggunakan uang atau melalui uang.
Terma melalui uang artinya alat tukar tersebut hanya sebagai perantara sehingga
penyaluran zakat tetap dalam bentuk makanan pokok.
Di sini panitia menjelaskan bahwa konsep-konsep tersebut
sesuai dengan ketentuan syariat, tapi masyarakat tetap dimudahkan yaitu bisa
berangkat dari rumah dengan membawa uang menuju stand/pos zakat setempat.
Pertama, panitia zakat menyuplai beras dengan membeli atau
bermitra kepada salah satu toko penyedia beras di mana setiap muzakki yang
datang membawa uang akan dilayani jual beli murni dengan beras yang disediakan
oleh panitia terlebih dahulu. Setelah muzakki menerima beras, transaksi
penerimaan zakat baru kemudian dijalankan sebagaimana biasanya.
Sementara ini, ada beberapa tempat yang sudah menjalankan
sistem jual beli mirip seperti di atas, namun kesalahannya terletak pada beras
yang dibuat transaksi jual beli bukan beras murni persediaan panitia, tapi
beras yang telah diterima panitia dari hasil zakat beras orang lain yang
terlebih dahulu datang kemudian beras zakat itu dijual kembali kepada muzakki
lain yang datang kemudian. Menjual beras zakat seperti ini tidak diperbolehkan.
Kedua, panitia yang tidak resmi mendapat SK dari pemerintah
tidak dinamakan sebagai amil, mereka hanya berlaku sebagai relawan saja.
Artinya semua operasional tidak boleh dibebankan/diambilkan dari zakat. Panitia
seperti ini bisa mengambil untung dari hasil jual beli beras yang memang murni
untung jual beli untuk kepentingan operasional.
Contoh, panitia mengumumkan, masyarakat yang ingin
menyalurkan zakat melalui panitia dengan membawa beras silahkan datang dengan
membawa beras 2,5 kg (ada pendapat yang 2,7 kg, silakan memilih). Bagi yang
ingin membawa uang, besar nominalnya adalah Rp. 25.000,-
Jika sekarang beras standar diasumsikan dengan besaran harga
Rp. 8.400,-/kg, maka setiap kali ada muzakki yang datang membawa uang, panitia
akan untung Rp. 4.000,-/muzakki. Dengan 4 ribu inilah roda operasional panitia
berjalan tanpa mengganggu harta zakat sama sekali. Jika ada 100 orang saja yang
datang membawa uang, maka uang Rp. 400.000 sudah cukup untuk operasional
panitia yang meliputi pembelian kantong plastik, konsumsi, transport dan lain
sebagainya.
Ketiga, karena ini menyangkut jual beli murni, jual beli
tidak diperkenankan digelar di masjid. Panitia harus mendirikan stand
tersendiri di bagian yang terpisah dari masjid atau diselenggarakan di ruang
serbaguna, madrasah, pesantren atau rumah warga.
Keempat, secara umum Syafi’iyyah memandang bahwa kiai atau
ustadz bukan bagian dari sabilillah, mustahiq zakat. Mereka tidak berhak
menerima zakat kecuali jika kebetulan mereka termasuk golongan/ashnaf lain
selain sabilillah. Seperti kebetulan mereka fakir atau miskin, maka mereka
berhak menerima zakat atas nama dia sebagai fakir miskin bukan kapasitasnya
sebagai kiai atau ustadz. Hanya ada satu pendapat lemah dari kutipan Imam
Qaffal yang mengatakan guru mengaji dan sejenisnya termasuk sabilillah yang
berhak menerima zakat.
Dengan solusi alternatif demikian, harapannya, masing-masing
antara masyarakat dan panitia saling dimudahkan dengan tetap konsisten
mengikuti pendapat Syafi’iyyah. (nu online)
Tag :
Rukun Islam,
Zakat
0 Komentar untuk "BOLEHKAN ZAKAT FITRAH DENGAN UANG ? SIMAK PENJELASANNYA"